Tags: cerita motivasi (1200), cerita islami (261), cerita hikmah (104), cerita nasehat (313), cerita teladan (334), kumpulan cerita motivasi (203), kisah islami(247), kisah teladan (331), kisah hikmah (110), kumpulan kisah teladan (263), artikel motivasi (2011), artikel islam (105), artikel kesehatan (211), kumpulan artikel motivasi (300), berita islami (2012), motivasi islam (2010),artikel kesehatan (500)
Rapat Direksi baru saja berakhir. Bob mulai bangkit berdiri
dan menyenggol meja sehingga kopi tertumpah keatas catatan-catatannya.
"Waduhhh,memalukan sekali aku ini, diusia tua kok
tambah ngaco.."
Semua orang ramai tergelak tertawa, lalu sebentar kemudian,
kami semua mulai menceritakan Saat-saat yang paling menyakitkan dimasa lalu
dulu.
Gilirannya kini sampai pada Frank yang duduk terdiam
mendengarkan kisah lain-lainnya.
"Ayolah Frank, sekarang giliranmu. Cerita dong, apa
saat yang paling tak enak bagimu dulu." Frank tertawa, mulailah ia
berkisah masa kecilnya.
"Aku besar di San Pedro. Ayahku seorang nelayan, dan ia
cinta amat pada lautan. Ia punya kapalnya sendiri, meski berat sekali mencari
mata pencaharian di laut. Ia kerja keras sekali dan akan tetap tinggal di laut
sampai ia menangkap cukup ikan untuk memberi makan keluarga. Bukan cuma cukup
buat keluarga kami sendiri, tapi juga untuk ayah dan ibunya dan saudara-saudara
lainnya yang masih di rumah."
Ia menatap kami dan berkata, "Ahhh, seandainya kalian
sempat bertemu ayahku. Ia sosoknya besar, orangnya kuat dari menarik jala dan
memerangi lautan demi mencari ikan. Asal kau dekat saja padanya, wuih, bau dia
sudah mirip kayak lautan. Ia gemar memakai mantel cuaca-buruk tuanya yang
terbuat dari kanvas dan pakaian kerja dengan kain penutup dadanya. Topi penahan
hujannya sering ia tarik turun menutupi alisnya. Tak perduli berapapun ibuku
mencucinya, tetap akan tercium bau lautan dan amisnya ikan."
Suara Frank mulai merendah sedikit.
"Kalau cuaca buruk, ia akan antar aku ke sekolah. Ia
punya mobil truk tua yang dipakainya dalam usaha perikanan ini. Truk itu bahkan
lebih tua umurnya daripada ayahku. Bunyinya meraung dan berdentangan sepanjang
perjalanan. Sejak beberapa blok jauhnya kau sudah bisa mendengarnya. Saat ayah
bawa truk menuju sekolah, aku merasa menciut ke dalam tempat duduk, berharap
semoga bisa menghilang. Hampir separuh perjalanan, ayah sering mengerem
mendadak dan lalu truk tua ini akan menyemburkan suatu kepulan awan asap. Ia
akan selalu berhenti di depan sekali, dan kelihatannya setiap orang akan
berdiri mengelilingi dan menonton. Lalu ayah akan menyandarkan diri ke depan,
dan memberiku sebuah ciuman besar pada pipiku dan memujiku sebagai anak yang
baik. Aku merasa agak malu, begitu risih. Maklumlah, aku sebagai anak umur
dua-belas, dan ayahku menyandarkan diri kedepan dan menciumi aku selamat
tinggal!"
Ia berhenti sejenak lalu meneruskan, "Aku ingat hari
ketika kuputuskan aku sebenarnya terlalu tua untuk suatu kecupan selamat
tinggal. Waktu kami sampai kesekolah dan berhenti, seperti biasanya ayah sudah
tersenyum lebar. Ia mulai memiringkan badannya kearahku, tetapi aku mengangkat
tangan dan berkata, 'Jangan, ayah.' Itu pertama kali aku berkata begitu
padanya, dan wajah ayah tampaknya begitu terheran.
Aku bilang, 'Ayah, aku sudah terlalu tua untuk ciuman
selamat tinggal.
Sebetulnya sudah terlalu tua bagi segala macam kecupan.'
Ayahku memandangiku untuk saat yang lama sekali, dan matanya
mulai basah.
Belum pernah kulihat dia menangis sebelumnya. Ia memutar
kepalanya, pandangannya menerawang menembus kaca depan. 'Kau benar,' katanya.
'Kau sudah jadi pemuda besar......seorang pria. Aku tak akan
menciumimu lagi.'"
Wajah Frank berubah jadi aneh, dan air mata mulai memenuhi
kedua matanya, ketika ia melanjutkan kisahnya. "Tidak lama setelah itu,
ayah pergi melaut dan tidak pernah kembali lagi. Itu terjadi pada suatu hari,
ketika sebagian besar armada kapal nelayan merapat dipelabuhan, tapi kapal ayah
tidak.Ia punya keluarga besar yang harus diberi makan.
Kapalnya ditemukan terapung dengan jala yang separuh
terangkat dan separuhnya lagi masih ada dilaut.Pastilah ayah tertimpa badai dan
ia mencoba menyelamatkan jala dan semua pengapung-pengapungnya."
Aku mengawasi Frank dan melihat air mata mengalir menuruni
pipinya.
Frank menyambung lagi, "Kawan-kawan, kalian tak bisa
bayangkan apa yang akan kukorbankan sekedar untuk mendapatkan lagi sebuah
ciuman pada pipiku....untuk merasakan wajah tuanya yang kasar......untuk mencium
bau air laut dan samudra padanya.....untuk merasakan tangan dan lengannya
merangkul leherku. Ahh, sekiranya saja aku jadi pria dewasa saat itu. Kalau aku
seorang pria dewasa, aku pastilah tidak akan pernah memberi tahu ayahku bahwa
aku terlalu tua 'tuk sebuah ciuman selamat tinggal."
Source:ebook kumpulan cerita motivasi
BERBAGI DENGAN SATU KLIK!!!
"Ciuman Terakhir"Silahkan Share/bagikan kepada sahabat Anda Insya Allah bermanfaat.
"ARTIKEL MOTIVASI LAINNYA