Tags: cerita motivasi (1200), cerita islami (261), cerita hikmah (104), cerita nasehat (313), cerita teladan (334), kumpulan cerita motivasi (203), kisah islami(247), kisah teladan (331), kisah hikmah (110), kumpulan kisah teladan (263), artikel motivasi (2011), artikel islam (105), artikel kesehatan (211), kumpulan artikel motivasi (300), berita islami (2012), motivasi islam (2010),artikel kesehatan (500)
Sebelum memulai Salat Jumat, gulungan tikar diikat dengan tali yang
disandarkan pada tiang trotoar. Pengeras suara menyiarkan lantunan doa-doa ke
jalan. Ketika Salat Jumat dimulai, jalanan tumpah ruah oleh jamaah. Itu adalah
adegan khas setiap Jumat di Masjid Al-Fath, Paris. Adegan yang terus terjadi
setiap pekan ini telah menjadi simbol dalam perdebatan sengit atas upaya
mendamaikan Islam dengan tradisi sekuler Prancis.
Dari 2.000 masjid dan ruangan salat di Prancis, jamaah membludak hanya
terjadi di Paris dan Marseille. Di balik pelarangan jilbab (termasuk juga
cadar) di wilayah umum, maraknya bar-bar di jalanan, dan terutama negara yang
kuat akan sekularismenya, Prancis adalah rumah untuk Muslim terbesar di Eropa.
Partai UMP, yang merupakan kendaraan Nicolas Sarkozy untuk jadi
presiden, meningkatkan suhu dengan mengadakan debat kontroversial tentang hal
ini. Partai ini mengutak-atik hukum tahun 1905 untuk membuat 26 langkah yang
dinilai terus mempersempit ruang gerak orang-orang Islam di Prancis.
Jean-François Copé, pemimpin UMP, mengatakan dia menanggapi berbagai
masalah, untuk guru atau dokter, yang terus diremehkan oleh kaum elit Paris.
Dia mengundang perwakilan dari agama-agama lain dalam perdebatan. Dia ingin
menegaskan kembali prinsip-prinsip sekuler untuk mengirim pesan kepada golongan
Islam.
Namun, pihak lain memandang
wacana perdebatan itu sebagai upaya untuk menstigmatisasi umat Islam
untuk tujuan pemilu, karena masalahnya hanya melulu menyentil Islam. Mohammed
Moussaoui, kepala Dewan Prancis untuk Agama Islam, menolak untuk bergabung
dengan debat UMP. Bahkan François Fillon, perdana menteri, memboikot debat ini.
UMP terbagi atas seberapa jauh menekan masalah ini. Banyak orang lebih
suka berbicara hal-hal yang lebih mendesak seperti pekerjaan. Lainnya
mengatakan bahwa mereka tidak bisa meninggalkan lapangan untuk Marine Le Pen,
pemimpin sayap kanan Front Nasional, yang telah membandingkan jamaah Salat
Jumat di Paris dengan zaman pendudukan Nazi.
Beberapa jajak pendapat menunjukkan ia bisa mengalahkan Sarkozy dalam
putaran pertama pemilihan presiden tahun depan. Sarkozy, tentu saja mendukung
perdebatan dan tampaknya akan terus menyimpannya sebagai berita utama. Awal tahun ini dia mengatakan
multikulturalisme telah "gagal", bahwa imigran perlu untuk
"bersikap cair" di masyarakat Prancis, dan bahwa "kami tidak
ingin (melihat) pelaksanaan Salat Jumat doa di jalanan di Prancis."
Kembali ke jalanan Paris No 18 itu—yang dipakai untuk melakukan Salat
Jumat—tidak jauh dari jalanan Montmartre, prinsip-prinsip sekuler Prancis
tampak lebih rapi dalam teori daripada praktek. Setiap Jumat, polisi
mengizinkan jalan-jalan ditutup untuk Salat Jumat di luar ruangan. Mereka
bahkan berdiri sebagai petugas resmi yang memasang tali pembatas untuk pejalan
kaki dan para jamaah. Beberapa warga melihat ini sebagai provokasi. Daniel
Vaillant, seorang Sosialis lokal, menyebutnya pragmatis. "Ada pelanggaran
yang lebih buruk daripada jalan di sini, seperti pelacuran atau narkoba,"
katanya. "Saya menentang pelaksanaan Salat Jumat di jalan, tapi saya juga
tidak setuju jika hanya melarang mereka tanpa memberikan solusi."
Balai kota Prancis melihat Salat Jumat sebagai masalah kapasitas yang
temporer. Dua masjid lokal yang ada sangat jauh dan memakan waktu yang lama
untuk para jamaah jika harus melaju ke sana. Sebenarnya pemerintah daerah dan
kota telah menghabiskan € 22m ($ 32m) untuk membangun sebuah pusat budaya baru
Islam di dua lokasi, dengan ruang untuk konser dan pameran. Asosiasi Muslim
akan menggunakan keuangan swasta untuk membeli ruangan yang akan digunakan
sebagai mushola.
Kaum puritan Prancis, terus melihat hal ini sebagai pelanggaran
langsung. Untuk balai kota, sebaliknya hal ini merupakan harapan terbaik untuk
memecahkan masalah dengan damai, meskipun satu masjid belum terdaftar. Seperti
di kota-kota Prancis lainnya, di mana pemerintah mengatur ritual selama Idul
Fitri atau pemakaman Muslim di pemakaman umum, fleksibilitas lokal tampaknya
merupakan kemenangan atas teori nasional Prancis yang kaku. Ketika pusat-pusat
Islam yang baru siap dalam satu atau dua tahun, Vaillant berjanji, "tidak
akan ada lagi Salat Jumat di jalanan, dan mereka akan memberikan ruang publik
kembali kepada warga." Semoga! (sa/theeconomist)
http://www.eramuslim.com/berita/gerakan-dakwah/muslim-prancis-perjuangan-di-atas-sajadah-salat-jumat.htm
BERBAGI DENGAN SATU KLIK!!!
"Muslim Prancis: Perjuangan Di atas Sajadah Salat Jumat"Silahkan Share/bagikan kepada sahabat Anda Insya Allah bermanfaat.
"ARTIKEL MOTIVASI LAINNYA 0 Responses to "Muslim Prancis: Perjuangan Di atas Sajadah Salat Jumat"
Posting Komentar